Wilujeng Sumping....

Wilujeng Sumping Ka Blog Sim Kuring

Halaman

Senin, 08 Agustus 2011

Perubahan Paradigma Pendidikan Indonesia melalui Sertifikasi Guru


Guru sebagai ujung tombak pendidikan, eksistensinya (keberadaannya) akan semakin dibutuhkan seiring dengan perjalanan hidup dan kehidupan suatu bangsa dimanapun berada, pantas apabila Vietnam membuat slogan pendidikannya dengan kata “No Teacher No Building”(Tiada Guru Tiada Pembangunan) “No Teacher No Education” (Tiada Guru Tiada Pendidikan 
Hal yang harus senantiasa disadari dikemukakan oleh  E Mulyasa dalam Bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru  (2007:8) bahwa guru memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan keberhasilan pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran,serta membentuk kompetensi peserta didik.
            Perhatian pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional terhadap guru semakin menunjukkan itikad mulia demi peningkatan Kualitas Pendidikan, agar guru-gurunya menjadi profesional, yakni melalui Undang-undang RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 dan 11. Dalam Undang-undang itu dinyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,sertifikat, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
            Sebagai  Implikasinya, bagi  guru yang bersertifikat akan mendapatkan tunjangan gaji satu kali gaji, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Fasli Jalal dalam E Mulyasa (2007:iii) bahwa kenaikan gaji akan diberikan kepada guru yang sudah mendapatkan sertifikasi. Dengan cara meningkatkan besaran satu kali gaji pokok,ditambah tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan khusus untuk guru-guru  yang berada di daerah-daerah tertentu (khusus).
            Tuntutan Undang-undang No 14 Tahun 2005 dalam hal sertifikasi adalah demi tercapainya pendidikan yang bermutu. Hal ini mustahil akan tercapai apabila gurunya tidak profesional.  Sementara kelemahan guru dalam melaksanakan tugas selama ini utamanya mengajar/teaching, telah digambarkan oleh E Mulyasa dalam Bukunya Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (2007:9) yaitu : rendahnya pemahaman terhadap strategi pembelajaran, kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, rendahnya kemampuan melakukan danmemanfaatkan penelitian tindakan kelas (clasroom action research), bahkan masih rendahnya motivasi berprestasi dan  kurang disiplin.
            Guru yang profesional adalah guru yang tidak merasa dirinya paling super sehingga melupakan potensi-potensi peserta didik. Indikator guru profesional, dikemukakan oleh Mulyasa dalam Bukunya Menjadi Guru Profesional (2005:35) diantaranya; guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih; penasehat, maupun pendorong kreativitas.
Guru profesional dapat  dianalogikan sebagai guru efektif, oleh Sukadi dalam Bukunya  Guru Powerful Guru Masa Depan, Kunci Sukses Menjadi Guru Efektif (2006:11) dikemukakan, bahwa ”guru efektif adalah guru yang mampu mendayagunakan (empowering) segala potensi yang ada dalam dirinya dan di luar dirinya untuk mencapai tujuan pemelajara.
            Melalui Program Sertifikasi guru menurut Supriyadi dalam Mulyasa (2007:11), diharapkan akan lahir guru profesional yaitu ; Mempunyai komitmen pada peserta didik.,menguasai secara mendalam mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya, apalagi ditunjang adanya sikap tanggungjawabdalam memantau hasil belajar peserta didik melalui evaluasi, mampu berpikir secara sistematis dan mau belajar sebagai konsekuensi dari  profesinya.
Dengan demikian jelas, untuk menjadi guru profesional melalui sertifikasi guru, tidaklah semudah membalikan telapak tangan,sementara relevansinya antara hasil sertifikasi dengan sikap profesional seorang guru belum menjadi jaminan, namun  semuanya akan terpulang kepada individunya masing-masing yang memerlukan paradigma berfikir adanya keinginan untuk melakukan perubahanan.     Terlepas dari kekhawatiran belum relevannya antara kepemilikan sertifikaat guru dengan tuntutan keprofesionalannya, yang diharapkan oleh Dunia Pendidikan dan seluruh Bangsa Indonesia adalah Melalui Perubahan Paradigma Pendidikan, tercapainya pendidikan yang bermutu.
            Sebagai konsekuensi dari adanya perubahan paradigma pendidikan, adalah :Pertama Saatnya bagi kita sebagai guru, memiliki / memelihara dan menyimpan dokumen- dokumen (bukti) fisik pribadi maupun lembaga berkaitan dengan tugas-tugas yang telah dimiliki selama ini; Kedua; Saatnya kita sebagai guru menjadi lebih dewasa, bahwa siapapun yang aktif, kreatif,  inovatif serta produktif, akan mendapat peluang lebih besar untuk memperoleh sertifikasi. Ketiga Saatnya kita sebagai guru, belajar menghargai prestasi orang lain , Keempat,Saatnya kita sebagai guru, merubah paradigma, bahwa aktivitas belajar mengajar sehari-hari belumlah cukup, tanpa ditunjang kualifikasi pendidikannya ( S1 atau D4), demikian pula dengan aktivitas-aktivitas lainnya dibidang pendidikan.setifikasi, bersabarlah sejenak, yakinlah perubahan kualitas pendidikan tidak bisa dilakukan secara revolusi, namun perlu proses, yang penting beri kepercayaan kepada guru, karena pada dasarnya gurupunya tanggungjawab moral, dan Insya Alloh tidak akan menghianati  kepercayaan, dari pemerintah maupun publik.
E. Mulyasa (2005) Menjadi Guru Profesional,Bandung:Rosda Karya.
                  _________ (2007)  Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru,Bandung:Rosdakarya.
                  
Sukadi (2006)   Guru Powerful Guru Masa Depan, Kunci Sukses Menjadi Guru Efektif Bandung.           



Banjaran, 8 Agustus  2011

Penulis

PENGAWAS TK SD
Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kecamatan Banjaran
Kabupaten Bandung
40377
Ketua Cabang PGRI Kec. Banjaran Kab Bandung.

Artikel Pendidikan (PENTINGNYA MENANAMKAN NILAI EMPATI BAGI PESERTA DIDIK)

PENTINGNYA MENANAMKAN NILAI EMPATI 
BAGI PESERTA DIDIK

Oleh
SARIP HUSEIN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi  dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.,(Undang-undang tentang sistem pendidikan 
nasional.nomor 20 tahun 2003)
            Makna yang terkandung dalam konsep di atas adalah potensi yang akan  dikembangkan dari perserta didik lebih dominan mengenai emosi yang sarat dengan  pendidikan nilai. 

            Salahsatu nilai yang perlu diberikan sejak dini adalah  nilai  empati,. Empati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan  mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan  perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok  lain.(http://www.dakwatuna.com/2009/mengasah-empati-berbagi-simpati)
Selanjutnya Empati adalah kemampuan memahami kerangka berfikir dan merasakan  orang lain secara akurat dan menggunakan komponen emosional dan kognisi makna  yang berhubungan dengan seolah-olah “as if” seperti yang dialami orang tersebut, namun tanpa pernah hanyut kedalam kondisi tersebut. Dengan demikian,empati berarti merasakan suasana hati atau kesenangan orang lain sebagai mana yang dia  rasakan dan memahami penyebab seperti yang ia rasakan, tetapi tanpa pernah  kehilangan pengakuan bahwa itu adalah seolah-olah saya yang terluka atau yang sedang berbahagia,dsb….http://yogoz.wordpress.com/2011/02/02/konsep-sikap-dan-perilaku-empati/

            Manakala nilai empati dapat diberikan kepada peserta didik sejak dini bukanlah hal yang mustahil akan lahir sosok pemimpin/generasi yang senantiasa dapat memberikan kebahagiaan kepada orang lain sekalipun tidak 
berbentuk materi.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosululloh Saw.Suatu ketika para sahabat yang sedang berada di masjid Nabawi terusik kesyahduan dzikir mereka dan spontanitas bereaksi emosional tatkala seorang laki-laki Arab badui tiba-tiba berulah kencing di dalam masjid yang saat itu lantainya masih berupa tanah. Demi melihat situasi panas tersebut Rasulullah saw dengan penuh empati dan kelembutan menyikapi dan meluruskan peristiwa tesa dan antitesa sikap 
reaksi berang sahabat dan aksi bodoh Arab badui tersebut. Beliau memerintahkan  para sahabat untuk bersabar dan membiarkan Arab badui menyelesaikan hajatnya serta meminta mereka menyiram bekas kencingnya agar merembes ke tanah dan hilang najisnya. Setelah situasi reda dan dapat diatasi, Rasulullah segera memanggil mereka semua. Beliau memberikan bimbingan kepada para sahabat tentang sikap empatik yang akan membawa hikmah yaitu dengan memaklumi ketidaktahuan Arab badui tersebut, menyadari reaksi kesabaran akan dapat menyelesaikan masalah tanpa 
menimbulkan masalah baru.
Para sahabat akhirnya mengerti bahwa sikap empati yang membuahkan solusi masalah dengan menyiram dan membersihkan kencing sebagai pelajaran bagi si badui bahwa perbuatannya tidak benar yang telah mengotori tempat yang seharusnya dijaga kesuciannya. Selain itu, mereka menyadari bahwa bersabar menanti selesainya kencing si badui akan menghindari tiga mudharat yakni gusarnya si badui yang merasa terusik hajatnya, menyakiti saluran kencing si badui yang terganggu kelancarannya, dan meluasnya area najis akibat kepanikan si badui dalam menuntaskan hajatnya. Kepada si badui Nabi saw memberikan pemahaman secara halus bahwa perbuatannya tidak benar karena telah kencing di masjid dan itu tidak pada tempatnya sebab masjid dibangun sebagai tempat suci untuk dzikrullah dan shalat. 
Jelang mendapat penjelasan empatik Nabi, si badui sangat terpesona padanya dan sebaliknya masih kecewa dengan sikap berang sahabat seraya berdoa “Ya Allah masukkanlah aku dan Muhammad ke dalam surga dan janganlah Engkau masukkan ke dalamnya seorang pun selain kami.” Lagi-lagi demi mendengar doa yang tidak arif  itupun nabi menyikapinya dengan penuh empati demi melihat kenaifannya tanpa membodoh-bodohkannya seraya meluruskan doanya: “Wahai kamu, ketahuilah bahwa surga itu sangat luas dan jika kita berdua saja yang masuk niscaya akan sangat kesepian”.http://www.dakwatuna.com/2009/mengasah-empati-berbagi-simpati/
            Para pendidik berperan dalam mengembangkan nilai ketika anak mulai masuk sekolah. Pada saat inilah anak mulai memasuki dunia nilai yang ditandai dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk…..para pendidik perlu mengajarkan nilai tidak cukup dengan vara yang bersifat verbal melainkan paling utama dan berdaya guna adalah melalui keteladanan. (Zaim Elmubarok, 2007:33)
            Nilai Empati  Secara konkritnya . Seorang peserta didik jika melihat temannya bersedih, dia akan menanyakan apa yang membuatnya bersedih, dia akan mendekati dan menanyakan apa yang membuatnya sedih, Peserta didik-pun memiliki  rasa peduli terhadap orang lain atau adanya kepekaan sosial. 

            Guru sebagai pendidik mutlak harus memiliki kompetensi kepribadian (Undang-undang nomor 14 tahun 2005) maka sudah selayaknya guru mengenalkan/menanamkan nilai empati pada peserta didik yang dapat dilakukan 
melalui cara;    

Pertama;  Kita sebagai guru harus peka terhadap kondisi emosi peserta didik. Sehingga ketika peserta  didik bermasalah, dengan adanya kepekaan dari kita, peserta didik akan segera merasa terbantu / minimal gangguan emosinya menjadi lebih ringan.
Kedua;  Lakukan tegursapa kepada peserta didik setiapkali bertemu, sehingga peserta didik merasa senantiasa mendapat perhatian dari kita sebagai gurunya.
Ketiga;  Jangan tabu untuk mengucapkan terimakasih kepada peserta didik ketika mereka menyesaikan tugas-tugas yang kita berikan maupun atas suatu prestasi yang telah mereka capai.karena kata “terima kasih” merupakan “magic words” yang akan membuat orang lain senang.
Keempat;  suatu waktu membahas berkaitan dengan musibah maupun penderitaan orang lain, hal ini diharapkan dapat menyentuh emosi peserta didik.
Kelima;    Kita selalu menengok atau minimal menanyakan kondisi terakhir ketika peserta didik sakit.
Keenam;  Kita mengajak peserta didik untuk membantu/menyumbang sesuai kemampuan kita, untuk    teman atau siapa-pun yang mengalami suatu bencana.
Ketujuh;  Suatu waktu peserta didik kita ajak untuk berkunjung ke panti asuhan atau ketempat-tempat  kumuh.
Kedelapan; mengajak peserta didik untuk belajar membahagiakan teman atau orang lain. Ketika ada teman yang nilai ulangannya kurang atau adanya kekurangmampuan dalam belajar, peserta didik tidak mencemoohkan, namun haru belajar membantu minimal mendorong temannya agar mau berprestasi.
Kesembilan; Ketika meminta bantuan orang lain biasakan untuk mengucapkan kata “tolong”
Kesepuluh; yakinkan kepada peserta didik bahwa alangkah indahnya hidup kita jika kita dapat membuat orang lain bahagia. Alangkah menyenangkannya jika kita bisa berempati pada perasaan orang lain.
Daftar Pustaka :
Zaini Elmubarok, 2007. Membumikan pendidikan nilai. Mengumpulkan yang terserak, menyambung yang terputus dan menyatukan yang tercerai.Bandung:Alfabeta.
http://www.dakwatuna.com/2009/mengasah-empati-berbagi-simpati
http://yogoz.wordpress.com/2011/02/02/konsep-sikap-dan-perilaku-empati/

http://www.dakwatuna.com/2009/mengasah-empati-berbagi-simpati/
Banjaran, 08 Agustus 2011
                                                                        
            


                                                                                  
SARIP HUSEIN  PENGAWAS TK DAN SD KEC. BANJARAN


BIODATA

NAMA                              : SARIP HUSEIN
Tempat/Tgl Lahir          : Bandung/ 25 Desember 1957
Unit Kerja                       : UPTD TK DAN SD DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KECAMATAN BANJARAN.
Jabatan                          : Pengawas TK dan SD
Jabatan Organisasi     : Ketua Cabang PGRI Banjaran

Artikel Yang pernah dimuat diharian Umum Pikiran Rakyat :
“Mindset” Kepala Sekolah di Era MBS (6 Oktober 2010)

MAKNA PENDIDIKAN KARAKTER/WATAK


A.      Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang lainnya (Q.S. Attin ayat 4) mendapatkan amanat dengan legalitas yang sempurna pula yakni sebagai Khalfah dimuka bumi “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”Q.S Alabaqoroh ayat30), dan hasil dari perbuatan manusia berdampak positif tidak hanya  kepada kehidupan manusia, namun juga kepada makhluk-makhluk lainnya. Dan hal ini diberi sinyal oleh Alloh Manusia :”Bahwa kerusakan dimuka bumi ini akibat tangan-tangan manusia.”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Alloh merasakan kepada sebahagian mereka (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah:”Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Alloh)”. (Q.S. Ar-Ruum (30):41-42).
Manusia dengan segala keunikannya dilahirkan dengan segala kelemahannya namun dengan berbekal segenap potensi pada dirinya manakala diberi bimbingan / pelatihan melalui pendidikan terwujudlah manusia dengan segala kekuatannya (Intelek, fisik, emosi), namun tanpa pendidikan manusia bukannya menjadi Homosocius namun yang terjadi manusia homo homonilupus. Hal ini tentunya diantisipasi melalui pendidikan.

B.       Pendidikan Karakter

      Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan  peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring; Oliva). Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip tersebut akan menyebabkan mereka tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukainya budayanya.
     Fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
      Pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah pendidikan yang  mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri peserta didik sehingga menjadi dasar bagi mereka dalam berpikir, bersikap, bertindak dalam mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dimiliki peserta didik tersebut menjadikan mereka sebagai warganegara Indonesia yang memiliki kekhasan dibandingkan dengan Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang adalah budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing terhadap lingkaran-lingkaran budaya tersebut pada gilirannya maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa-bangsa lain.(pedoman pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa)
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari:
1.         Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama. Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaedah yang berasal dari agama.
2.         Pancasila: negara Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warganegara yang lebih baik dan warganegara yang lebih baik adalah warganegara yang menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warganegara.
3.         Budaya adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4.         Tujuan Pendidikan Nasional adalah kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Di dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki seorang warganegara. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. 
        Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka dihasilkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa,  yaitu:
1)        Religius : suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2)        Jujur: perilaku yang didasarkan pada kebenaran, menghindari perilaku yang salah, dan menjadikan dirinya menjadi orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3)        Toleransi: suatu tindakan dan sikap yang menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari pendapat, sikap, dan tindakan dirinya.
4)        Disiplin: suatu tindakan tertib dan aptuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang harus dilaksanakannya.
5)        Kerja keras: suatu upaya yang diperlihatkan untuk selalu menggunakan waktu yang tersedia untuk suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan selesai pada waktunya
6)        Kreatif: berpikir untuk menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa yang telah dimiliki
7)        Mandiri: kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya
8)        Demokratis: sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan orang lain dalam kedudukan yang sama
9)         Rasa ingin tahu: suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas dalam berbagai aspek terkait.
10)    Semangat kebangsaan: suatu cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11)    Cinta tanah air: suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
12)    Menghargai prestasi: suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
13)    Bersahabat/komunikatif: suatu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14)    Cinta damai: suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat dan bangsa
15)    Senang membaca: suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu untuk membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16)    Peduli sosial: suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi.
17)    Peduli lingkungan: suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.


C.       Makna Pendidikan Karakter
                        Karakter/watak, pada intinya adalah kepribadian yang melekat pada diri seseorang yang terbentuk selain dikarenakan pengaruh lingkungan juga diakibatkan  pembawaan.Sekolah sebagai  lembaga pendidikan dalam implementasinya  tidak sebatas mentransfer pengetahuan, namun bersamaan dengan proses pengembangan akademis, antara lain;
a)       Aspek Religius

 Pertama;   peserta didik harus dibekali pendidikan karakter diantaranya melalui  pembiasaan           berdo’a  sebelum dan sesudah belajar, membaca ayat ayat Al Qur’an,.
          Kedua;       peserta didik dibimbing agar terbiasa mengucapkan salam atau menjawab                  salam ketika bertemu ataupun berpisah.
          Ketiga;          peserta didik diberi bimbingan menjalankan solat, minimal pada sa’at tiba               waktu-     waktu solat ketika masih di sekolah.
          Keempat;       peserta didik diberi bimbingan untuk memberikan sumbangan sesuai          dengan kemampuan kepada orang-orang yang membutuhkan/pada sa’at    terjadi bencana.

b)       Aspek Jujur
              Pertama;        Peserta didik dibimbing untuk  berlaku jujur, apabila ada materi-materi                   pelajaran yang belum dipahami dengan berani bertanya.
Kedua;    Peserta didik dibimbing berlaku  jujur  ketika menghadapi ulangan dengan  tidak  menyontek.
              Ketiga;    Peserta didik dibimbing berlaku jujur ketika mendapat halangan sehingga                  tidak dapat belajar dengan memberitahu atau mengirim surat melalui             orangtua.

c)       Aspek  Toleransi
Pertama;     Peserta didik dibawah bimbingan guru untuk terbiasa tidak mencemoohkan teman yang suatu waktu tidak dapat mengerjakan pelajaran dengan benar.
                 Kedua;        Peserta didik dibawah bimbingan guru terbiasa menghargai pendapat                      teman         sekalipun pendapatnya tidak seratus persen benar.
                 Ketiga;        Peserta didik dibawah bimbingan guru terbiasa menghargai teman-                          temannya yang mau bertanya.
Seandainya nilai-nilai di atas melekat erat pada pribadi-pribadi peserta didik kita, apa yang dicita-citakan oleh negeri ini sebagaimana tertuang didalam undang-undang Dasar 1945 bahwa tujuan negara Indonesia maupun Tujuan Pendidikan Nasional akan terwujud, Wallohualam

DAFTAR PUSTAKA
.google.co.id/#hl=id&biw=1280&bih=574&q=fah+di+muka+bumiManusia+sebagai+khali&aq=f&aqi=&aql=&oq=fah+di+muka+bumiManusia+sebagai+khali&fp=1fbb8c30412c31e4
Materi Pelatihan Pengawas, Pedoman Untuk Peserta Pengembangan Pendidikan Budaya Karakter Bangsa

                                                                                                                          Banjaran, 08 Agustus  2011
                                                                                                       Penulis; Pengawas SD Banjaran